* Masuk NS
* Masuk hunting boss dan attack bos yang diinginkan
* Setelah masuk,biarkan si boss menyerang kita dulu(kita dodge aja)
* Buka CE terus pilih 8 bytes
* Masukkan jumlah darah si boss
berikut data darah:
Ginkotsu:7293
Yanki:12760
Sesho:27950
Tengu fire:15819
Tengu wind: 12052
Byakko:75816
Ape king:90720
Turtle:132800
* First scan,cari yang addres sama dengan value yang dimasukkan tadi trz disebelahnya double klik
* Lalu coba attack si boss
* Langsung ganti value si boss dgn 0
* Attack si boss dan mati dech
PASTI BISA SOALNYA UDAH SAYA COBA^^
My Blog History
Senin, 08 November 2010
Diposting oleh
saifuddinmuhammad
Di sekolah saya yaitu SMA Negeri 11 Surabaya, setiap siswa pasti mempunyai blognya masing-masing. Awalnya saya tidak tahu menahu tentang blog. Tapi setelah dikasih tugas oleh Pak Edi untuk membuat blog, saya jadi mengetahui apa itu blog.
Setelah saya menyelesaikan sebuah tugas yang diberikan Pak Edi tentang blog, saya harus berkomentar di Web Ahli-Komputer.
Untuk mengerjakan tugas tersebut, saya telah banyak dibantu oleh teman-teman terbaik saya, seperti :- Desky Ardian
- Muhammadichwan Ichwanmuhammad
- Farid Insomniacz
- Fajar sii Kucing
- Angga Bard
- Aldho Ishida
- Erist Andicky Septyan
- Choeyroul Ithue DudulZz
- Chaepul Pendiemh
- Angga Van Houten
Sesungguhnya Dia Sangat Cemas
Sabtu, 28 Agustus 2010
Diposting oleh
saifuddinmuhammad
MESKI malam telah sempurna, perempuan itu masih saja termenung di mulut pintu. Ia tak bisa tidur. Kebimbangannya menggunung. Adik-adiknya telah sedari tadi dibekap mimpi. Pikirannya berlari-lari, berputar-putar, sampai akhirnya bermuara pada seorang lelaki yang sehabis magrib tadi turun melaut bersama beberapa kawan.
Apakah ia akan pulang dengan selamat? Pertanyaan itu seolah mengabaikan kelakuan alam yang tak patut dirisaukan; langit yang cerah, bintang-bintang yang berserakan, bulan yang jingga penuh, atau angin laut yang berembus sewajarnya, membawa air asin beriak, lamat-lamat menggapai tubir pantai...
Ia tak pernah merasa seperti ini sebelumnya. Meski lelaki itu sudah dikenalnya semenjak masa kanak, ia memang jarang menaruh perhatian berlebih padanya. Ia seolah menganggapnya bocah kecil yang terpisah dari dunianya; menjelma si pengembara yang tersesat di kampung halamannya, lalu Tuhan menciptakan sebuah perkenalan yang memaksa jantung mereka berdegup tak sewajarnya. Bagai dapat membaca semuanya, dan nyaris tanpa mukadimah, laki-laki itu menyuntingnya. Tanpa didampingi orang tua dan keluarga. Tanpa antar-antaran. Hanya dengan Alquran murah bersampul warna emas, telekung tipis berenda kembang mangkok, dan --ini yang dikatakan laki-laki itu sebagai mutumanikam dari langit-- setangkai cinta!
Apakah ia akan pulang dengan selamat? Pertanyaan itu seolah mengabaikan kelakuan alam yang tak patut dirisaukan; langit yang cerah, bintang-bintang yang berserakan, bulan yang jingga penuh, atau angin laut yang berembus sewajarnya, membawa air asin beriak, lamat-lamat menggapai tubir pantai...
Ia tak pernah merasa seperti ini sebelumnya. Meski lelaki itu sudah dikenalnya semenjak masa kanak, ia memang jarang menaruh perhatian berlebih padanya. Ia seolah menganggapnya bocah kecil yang terpisah dari dunianya; menjelma si pengembara yang tersesat di kampung halamannya, lalu Tuhan menciptakan sebuah perkenalan yang memaksa jantung mereka berdegup tak sewajarnya. Bagai dapat membaca semuanya, dan nyaris tanpa mukadimah, laki-laki itu menyuntingnya. Tanpa didampingi orang tua dan keluarga. Tanpa antar-antaran. Hanya dengan Alquran murah bersampul warna emas, telekung tipis berenda kembang mangkok, dan --ini yang dikatakan laki-laki itu sebagai mutumanikam dari langit-- setangkai cinta!
Bayi Bersayap Jelita
Diposting oleh
saifuddinmuhammad
KAKEK bisa membelah diri. Bisa berada di banyak tempat sekaligus...
Aku melihat Kakek tengah berdiri memandang keluar jendela, ketika aku masuk. Kamar gelap -mungkin Kakek sengaja mematikan lampu- aku merasa ia tak ingin diganggu. Pelan pintu aku tutup kembali. ''Masuklah,'' suara Kakek lemah. Ia tergolek, dengan selang oksigen dan infus yang bagai mencencangnya di ranjang. Demi Tuhan! Aku tadi melihat Kakek berdiri dekat jendela itu. Benarkah Kekek bisa berpindah dalam sekejap?
Kurasakan, Kakek mengedipkan mata: sini, tak usah heran begitu. Padahal kulihat ia terbaring memejamkan mata begitu tenang.
Dua hari sebelum puasa, ibu menelepon. Kakek jatuh di kamar mandi, serangan jantung. Mas Jo memintaku segera saja ke Jakarta. Sebelum terlambat -ia rupanya tahu keenggananku menjenguk Kakek. ''Biar aku urus Nina,'' katanya. Bungsuku itu memang baru kena demam berdarah.
Aku tak terlalu dekat dengan Kakek. Bahkan tak menyukainya. Semasa kecil, kakak-kakak dan sepupuku suka sekali mendengarkan cerita Kakek. Duduk mengelilingi dan bergelendotan manja setiap Kakek bercerita tentang burung-burung cahaya yang terbang dari surga membawa biji-biji kebaikan, ular berkepala lima, makhluk-makhluk sebelum Nabi Adam diciptakan, angsa yang menyelam ke dasar samudera atau Nabi Sulaiman yang mendengarkan percakapan cicak dan buaya.
Itu bohong, kataku, setiap Kakek bertanya kenapa aku tak suka ceritanya. Aku lebih suka belajar matematika. Bagiku Kakek tak lebih tukang khayal. Dan khayalan itu penyakit yang gampang menular. Penyakit orang malas, kata Nenek. Aku memang tak suka setiap melihat Kakek hanya duduk-duduk dikelilingi para kakak dan sepupuku -seperti sekumpulan orang malas yang seharian hanya bercanda- sementara Nenek di dapur sibuk membuat kue. Aku lebih suka menemani Nenek di dapur, mencicipi remah kue yang dibikinnya, dan selalu merasa begitu bangga ketika Nenek memberikan padaku potongan kue yang lebih besar.
Aku melihat Kakek tengah berdiri memandang keluar jendela, ketika aku masuk. Kamar gelap -mungkin Kakek sengaja mematikan lampu- aku merasa ia tak ingin diganggu. Pelan pintu aku tutup kembali. ''Masuklah,'' suara Kakek lemah. Ia tergolek, dengan selang oksigen dan infus yang bagai mencencangnya di ranjang. Demi Tuhan! Aku tadi melihat Kakek berdiri dekat jendela itu. Benarkah Kekek bisa berpindah dalam sekejap?
Kurasakan, Kakek mengedipkan mata: sini, tak usah heran begitu. Padahal kulihat ia terbaring memejamkan mata begitu tenang.
Dua hari sebelum puasa, ibu menelepon. Kakek jatuh di kamar mandi, serangan jantung. Mas Jo memintaku segera saja ke Jakarta. Sebelum terlambat -ia rupanya tahu keenggananku menjenguk Kakek. ''Biar aku urus Nina,'' katanya. Bungsuku itu memang baru kena demam berdarah.
Aku tak terlalu dekat dengan Kakek. Bahkan tak menyukainya. Semasa kecil, kakak-kakak dan sepupuku suka sekali mendengarkan cerita Kakek. Duduk mengelilingi dan bergelendotan manja setiap Kakek bercerita tentang burung-burung cahaya yang terbang dari surga membawa biji-biji kebaikan, ular berkepala lima, makhluk-makhluk sebelum Nabi Adam diciptakan, angsa yang menyelam ke dasar samudera atau Nabi Sulaiman yang mendengarkan percakapan cicak dan buaya.
Itu bohong, kataku, setiap Kakek bertanya kenapa aku tak suka ceritanya. Aku lebih suka belajar matematika. Bagiku Kakek tak lebih tukang khayal. Dan khayalan itu penyakit yang gampang menular. Penyakit orang malas, kata Nenek. Aku memang tak suka setiap melihat Kakek hanya duduk-duduk dikelilingi para kakak dan sepupuku -seperti sekumpulan orang malas yang seharian hanya bercanda- sementara Nenek di dapur sibuk membuat kue. Aku lebih suka menemani Nenek di dapur, mencicipi remah kue yang dibikinnya, dan selalu merasa begitu bangga ketika Nenek memberikan padaku potongan kue yang lebih besar.
Ranggalawe Gugur
Diposting oleh
saifuddinmuhammad
Bukan kematian benar menusuk kalbu
Keridlaanmu menerima segala tiba
Tak kutahu setinggi itu atas debu
dan duka maha tuan bertakhta
---
Di atas panggung, beberapa kotak yang disembunyikan begitu saja di balik kain hitam, Ranggalawe gugur. Tujuh bidadari tua mengelilingi tubuhnya yang tegak berdiri -bahkan kematian tak mampu merubuhkannya. Mereka melempari tubuh yang mematung itu dengan bunga. Hanya angin malam yang sanggup menyaksikannya. Angin yang sejak 10 tahun yang lalu menggerakkan rombongan itu dari satu lapangan ke lapangan yang lain. Dari satu kesepian menuju kesepian berikutnya. Dan malam itu selesailah semuanya. Angin tak sanggup lagi menggerakkan mereka menuju pemberhentian berikutnya. Lalu angin pelan-pelan mati. Dan tak mampu menggerakkan dirinya sendiri.
''Malam ini adalah pertunjukan terakhir kami. Tak ada lagi yang menginginkan kehadiran kami. Tak ada lagi yang menyaksikan kami. Kami tak punya alasan lagi untuk berlama-lama di sini.'' Seseorang gendut berkaos hitam membuka acara. Di belakangnya berjajar para aktor mengenakan kostumnya masing-masing. Wajah-wajah yang tak bahagia telah disembunyikan sejak sore tadi di balik bedak. Kakek-kakek di balik wajah Menak Jingga yang merah mencoba berdiri tegak. Ranggalawe yang berdiri di sampingnya demikian pula. Sebentar lagi mereka akan bertarung untuk terakhir kalinya.
Lalu pertunjukan pun dimulai setelah beberapa orang naik ke panggung untuk menyampaikan simpati -sejumlah puisi. Mereka berduka atas kematian dan tak bisa berbuat apa-apa. Tapi siapa sesungguhnya yang harus bertanggung jawab atas kematian ini? Malam itu tak sebagaimana biasanya, mereka meninggalkan tobongnya -tobong yang sesungguhnya telah lama kosong. Kain-kain dekorasi mereka pasang di beberapa penjuru, layar-layar yang sudah tak sanggup menggambarkan apa-apa. Mereka telah lama kehilangan warna. Serupa bendera-bendera kematian. Gerbang tobong juga mereka pasang sebagai penanda merekalah satu-satunya rombongan ketoprak tobong yang tersisa.
Keridlaanmu menerima segala tiba
Tak kutahu setinggi itu atas debu
dan duka maha tuan bertakhta
---
Di atas panggung, beberapa kotak yang disembunyikan begitu saja di balik kain hitam, Ranggalawe gugur. Tujuh bidadari tua mengelilingi tubuhnya yang tegak berdiri -bahkan kematian tak mampu merubuhkannya. Mereka melempari tubuh yang mematung itu dengan bunga. Hanya angin malam yang sanggup menyaksikannya. Angin yang sejak 10 tahun yang lalu menggerakkan rombongan itu dari satu lapangan ke lapangan yang lain. Dari satu kesepian menuju kesepian berikutnya. Dan malam itu selesailah semuanya. Angin tak sanggup lagi menggerakkan mereka menuju pemberhentian berikutnya. Lalu angin pelan-pelan mati. Dan tak mampu menggerakkan dirinya sendiri.
''Malam ini adalah pertunjukan terakhir kami. Tak ada lagi yang menginginkan kehadiran kami. Tak ada lagi yang menyaksikan kami. Kami tak punya alasan lagi untuk berlama-lama di sini.'' Seseorang gendut berkaos hitam membuka acara. Di belakangnya berjajar para aktor mengenakan kostumnya masing-masing. Wajah-wajah yang tak bahagia telah disembunyikan sejak sore tadi di balik bedak. Kakek-kakek di balik wajah Menak Jingga yang merah mencoba berdiri tegak. Ranggalawe yang berdiri di sampingnya demikian pula. Sebentar lagi mereka akan bertarung untuk terakhir kalinya.
Lalu pertunjukan pun dimulai setelah beberapa orang naik ke panggung untuk menyampaikan simpati -sejumlah puisi. Mereka berduka atas kematian dan tak bisa berbuat apa-apa. Tapi siapa sesungguhnya yang harus bertanggung jawab atas kematian ini? Malam itu tak sebagaimana biasanya, mereka meninggalkan tobongnya -tobong yang sesungguhnya telah lama kosong. Kain-kain dekorasi mereka pasang di beberapa penjuru, layar-layar yang sudah tak sanggup menggambarkan apa-apa. Mereka telah lama kehilangan warna. Serupa bendera-bendera kematian. Gerbang tobong juga mereka pasang sebagai penanda merekalah satu-satunya rombongan ketoprak tobong yang tersisa.
Langganan:
Postingan (Atom)
Popular Posts
-
* Masuk NS * Masuk hunting boss dan attack bos yang diinginkan * Setelah masuk,biarkan si boss menyerang kita dulu(kita dodge aja) * Buka...
-
Bukan kematian benar menusuk kalbu Keridlaanmu menerima segala tiba Tak kutahu setinggi itu atas debu dan duka maha tuan bertakht...
-
MESKI malam telah sempurna, perempuan itu masih saja termenung di mulut pintu. Ia tak bisa tidur. Kebimbangannya menggunung. Adik-adiknya te...
-
KAKEK bisa membelah diri. Bisa berada di banyak tempat sekaligus... Aku melihat Kakek tengah berdiri memandang keluar jendela, ketika aku...
-
Kawasan Timur Tengah tak putus dirundung pergolakan. Bangsa Palestina terus terisolasi di kampung halaman sendiri. Invasi konyol salah ran...
-
Di sekolah saya yaitu SMA Negeri 11 Surabaya , setiap siswa pasti mempunyai blognya masing-masing. Awalnya saya tidak tahu menahu tentang bl...
-
Sekali waktu kau perlu mendengarkan rintihan benda-benda atau apa saja di sekitarmu yang tak pernah kau beri perhatian. Mungkin itu sebutir ...
|{B}.L.O.G.R.O.L.{L}|
Diberdayakan oleh Blogger.